بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Tema : Cinta Tanah Air
Cintailah Indonesia
(Oleh : Ramadhana Kurnia)
Indonesia……Indonesia…..Indonesia…..
Teriakan seperti itu terdengar jelang pertandingan sepak bola Indonesia menghadapi Thailand malam ini. Tidak termasuk rumah Pak Abi, anak-anaknya sangat optimis Indonesia bisa menang. Kecuali Fitri, sang kakak sulung yang tidak pernah yakin Indonesia bakal menang, “Thailand tetap lebih baik di banding Indonesia” katanya sambil duduk di kursi menunggu pertandingan mulai. “Jangan gitu kak, buktinya Malaysia sama Laos aja di abisin”, Haris si bungsu membalas. “Yaudah sekarang kita liat aja Indonesia mainnya gimana”, kata Aryo bijak. Pak Abi yang baru saja membeli makanan di luar hampir ketinggalan kick off-nya. “Sudah kick off belum?”, tanya Pak Abi. “Belum yah, kok lama banget sih beli makanannya?”, tanya Aryo. “Tadi belinya antri banyak banget”, balas ayah. Tak lama mereka berbincang kick off mulai, Babak pertama skor masih tanpa gol. “Yah kalo gini mah mana bisa ngalahin Thailand kayak Malaysia dan Laos”, sesal Haris. “Jelas ga bisa dong ris, Thailand itu raksasa ASEAN, bisa apa negara kecil kayak kita ngalahin Thailand?”, tanya Fitri. “iiihh…kakak ini gak punya rasa nasionalisme ya?”, geram Haris. Pak Abi langsung menenangkan,”sudah sudah jangan berkelahi, itu makanannya dimakan keburu dingin, mumupung babak kedua belum mulai”. Harapan Fitri terwujud, Thailand mencetak gol. “Apa kataku, Thailand masih terlalu tangguh”. Haris mulai kesal dengan ucapan kakaknya itu, “liat saja nanti pasti Indonesia menang”. Memang betul apa yang di kata Haris, Bambang Pamungkas mencetak dua gol pinalti dan mengalahkan Thailand. “Horee… Indonesia menang…..tuh kan kak liat sendiri gimana Indonesia sekarang? Thailand di libas” , Haris sambil berjoget di depan muka kakaknya. Fitri cemberut dan berkata, “gol pinalti aja bangga”. “Yang penting menang weee….”, Haris sambil menjulurkan lidahnya.
Pagi harinya Fitri sekolah, dan teman-temannya
semua membicarakan kemenangan Indonesia. Fitri hanya terdiam kalau temannya
membicarakan kemenangan Indonesia. “Fit, lo kok diem aja sih? Indonesia kan
menang tadi malam”, tegur Devi. “iya nih masa’ timnas menang murung, gak ada
nasionalismenya nih”, tambah Rini. “iya gue tau kok Indonesia hebat sekarang
ini”, jawab Fitri. “Nah terus kenapa lo tetep murung? Apa yang bikin rasa cinta
tanah air lo itu berkurang sih?”, tanya Erwin penasaran. “gak tau juga win”,
jawab Fitri polos.
Tak lama kemudian guru Bahasa Indonesia masuk
dan memberi tugas, “berhubung besok sekolah kita kedatangan tamu dari dinas
pendidikan, kita akan membuat acara dan ibu menunjuk Fitri berpidato tentang
kemenangan Indonesia”. Fitri terkejut dan tidak percaya. Namun akhirnya Fitri
menerimanya.
Sampai di rumah di langsung masuk kamar tanpa
memberi tahu adik-adiknya. “Kenapa tuh kak Fitri? Kesambet setan kali ya?”,
tanya Haris. Aryo hanya menggelengkan kepala. Sejak dari sore hingga malam,
Fitri terus mengunci kamarnya. Ternyata dia memutar otak berfikir membuat puisi
nasionalisme, padahal rasa nasionalismenya sendiri tidak ada. “Gimana nih buat
puisinya? Gue harus numbuhin rasa nasionalisme gue”, ucap dalam hatinya.
Pepatah bilang ‘dimana ada niat disitu ada jalan’ , terbukti niat Fitri
menumbuhkan rasa nasionalisme terwujud. Dengan cepat dia membuat puisi.
Terdengar suara pintu di ketuk “kak, udah malam, keluar dulu makan malam kak”,
ajak Aryo. Fitri bergegas keluar dan bergabung dengan keluarganya. “Kok dari
pulang sekolah tadi mengunci diri terus di kamar?” , tanya ibu. “Yang lebih
aneh bu, tadi pas pulang sekolah cemberut, eh sekarang girang banget, nakutin
nih kakak, kesambet setan”, tambah Haris. Fitri hanya tersenyum dan berkata, “bu, Fitri baru sadar jika kita mncintai Negara
kita sendiri rasa ingin mengharumkan Negara pasti timbul”. “Nah, gitu dong kak,
nasionalismenya ada”, tambah Haris. Pagi hari itu, hari dimana Fitri akan
menunjukkan rasa cinta pada tanah airnya sendiri. Karena semangat dia pergi ke
sekolah dengan mengikat bendera merah putih di motornya dan di kepalanya. “Wah
nasionalismenya tinggi nih kakakku” , kata Aryo sambil tersenyum. “Itu baru
kakakku” , tambah Haris yang naik motor di bonceng Aryo. “Iya dong, kita kan tinggal
dan hidup di Indonesia, selakunya kita mendukung dong, MERDEKA” , teriaknya.
Sesampai di sekolah dia hanya memasang muka
senang dan percaya diri untuk berpidato. Dan benar saja, pidatonya sungguh luar
biasa. Tamu dari dinas pendidikan terlihat senang dan bangga. Fitri menunjukkan
rasa nasionalismenya dengan semangat 45. Teman-temannya pun heran dan tak ragu
untuk memberikan tepuk tangan yang kencang dan meneriakkan Fitri….Fitri…Fitri…
Dan di
akhir penampilannya di atas panggung berpidato, dia menghormati bendera lantas
melepas ikat bendera kepalanya dan berteriak, INDONESIA.
• TAMAT •
Sekian dulu ya Cerpen (Cerita Pendek) tentang "Cinta Tanah Air"
sharee cerpen terus ne
BalasHapustapi cerpen.a keren kk pengen baca tapi lge sibuk gk sempet
bondowoso-jawa.blogspot.com
haha, iya sob :)
Hapusok gpp :)
posting trus sob, tingkatkan kreativitas berimajinasi dengan cerpen mu.. keep blogging
BalasHapusok, terima kasih sob :)
HapusKalo bisa Indonesia menang terus, tapi kalau melihat kondidi sepak bola Indonesia saat ini kayaknya susah dech
BalasHapushaha, iya ..
Hapuskondisi sepak bola indonesia sangat mengecewakan :D
Ayo Indonesia pasti bisa, yang penting pengurus PSSI kepentingannya hanya untuk memajukan sepak bola
BalasHapusBagus gan,..
BalasHapusterima kasih gan :)
Hapusthanks ya sob :)
BalasHapus